Pengamat Berharap Pembuat UU Tidak Mengkhianati Putusan Presidential Threshold

Para pengamat dan peneliti berharap agar pemerintah dan DPR tidak membuat tafsir yang menyimpang dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai ambang batas pencalonan presiden. MK baru-baru ini mengabulkan permohonan empat mahasiswa dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk menguji Pasal 222 UU Pemilu yang berkaitan dengan presidential threshold, dan memutuskan bahwa pasal tersebut inkonstitusional.

Seorang pengajar hukum pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menekankan pentingnya untuk tidak mendistorsi putusan MK tersebut. Dia mengingatkan bahwa rakyat sangat sensitif terhadap hak-hak mereka, dan bahwa putusan MK harus dilaksanakan dengan konsisten dan sebaik-baiknya.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) juga menyatakan dukungannya terhadap putusan MK tersebut. Mereka berpendapat bahwa penghapusan ambang batas pencalonan presiden dapat menjadi langkah awal untuk memperbaiki sistem demokrasi dan negara hukum di Indonesia.

YLBHI juga menyoroti perlunya waspada terhadap perubahan undang-undang terkait politik dan kepemiluan. Mereka menegaskan pentingnya agar DPR dan pemerintah mematuhi putusan MK tersebut dengan segera merevisi regulasi yang sesuai dengan nafas putusan tersebut.

Selain itu, YLBHI juga mengajak publik untuk ikut mengawal agar tidak ada penyimpangan dari putusan MK tersebut. Mereka menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk bersama-sama mengawal Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024.

Dengan demikian, penting bagi pemerintah dan DPR untuk memperhatikan dan menghormati putusan MK tersebut demi menjaga integritas sistem demokrasi dan negara hukum di Indonesia. Semua pihak harus bekerja sama untuk memastikan bahwa putusan MK dijalankan dengan baik dan tidak disalahgunakan.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *