Kementerian ATR/BPN Wujudkan Penataan Ruang yang Berfokus Ekonomi Hijau Melalui Koridor Ekosistem Rimba

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Tata Ruang (Ditjen I) menegaskan komitmennya dalam mewujudkan penataan ruang yang berfokus pada ekonomi hijau atau green economy melalui inisiatif Koridor Ekosistem Rimba. Program ini bertujuan untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati sekaligus meningkatkan cadangan karbon di wilayah bentang alam Rimba.

Koridor Ekosistem Rimba mencakup kawasan lindung seluas 3,8 juta hektar (ha) yang tersebar di Provinsi Riau, Jambi, dan Sumatera Barat (Sumbar). Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian ATR/BPN, Dwi Hariyawan, menjelaskan bahwa program ini sangat penting dalam menjaga keseimbangan alam dan keberlanjutan pembangunan. Menurut Dwi, keberadaan program Koridor Ekosistem Rimba menjadi urgensi bersama mengingat lebih dari 66 persen wilayah Koridor Rimba telah berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.

Sektor perkebunan sendiri memberikan kontribusi signifikan terhadap ketidaksesuaian fungsi kawasan tersebut, dengan 701.000 ha atau 18,14 persen dari total wilayah mengalami perubahan yang tidak sesuai dengan tujuan awalnya. “Isu deforestasi yang mencakup lebih dari 1 juta hektar (ha) area hutan dan berbagai konflik pemanfaatan ruang turut mempengaruhi kondisi ini,” ucap Dwi dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (24/12/2024).

Berdasarkan data Expose Hasil Akhir Program Koridor Rimba, deforestasi lahan gambut yang terjadi pada periode 1990-2022 telah mencapai 264.000 ha atau 52 persen, sedangkan luas hutan yang terbakar pada 2023 tercatat 2.879 ha. Konflik pemanfaatan ruang di kawasan tersebut melibatkan berbagai sektor, seperti kehutanan, pertambangan, dan perkebunan, serta masalah hak atas tanah yang melibatkan masyarakat adat.

Hal ini menyoroti pentingnya koordinasi lintas sektor yang hingga kini masih belum berjalan optimal. “Intervensi dalam penataan ruang berbasis ekonomi hijau sangat diperlukan untuk memastikan proses produksi dan konsumsi yang berkelanjutan, tanpa merusak lingkungan,” imbuh Dwi. Perencanaan tata ruang yang lebih terintegrasi dan selaras antara Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau, Kawasan Strategis Nasional (KSN), serta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten sangat diperlukan untuk memastikan kelangsungan kawasan strategis, seperti Bukit Batabuh dan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT).

Dengan demikian, upaya untuk menjaga kelestarian alam dan keberlanjutan pembangunan harus menjadi prioritas bersama. Melalui program Koridor Ekosistem Rimba, diharapkan dapat tercipta keseimbangan antara kegiatan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Koordinasi lintas sektor dan perencanaan tata ruang yang terintegrasi akan menjadi kunci keberhasilan dalam menjaga keberlanjutan wilayah Rimba. Semua pihak perlu bekerja sama untuk mewujudkan visi pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *